Selasa, 11 Mei 2010

cerpen

Penantian Berujung manis

Hujan mengguyur bumi makin lama kian deras diikuti suara petir membahana di angkasa. Sekejap lampu lampu padam tanpa bisa ditawar dan seketika gelap, sunyi, merongrong jiwa. Menggigil tampak kebiruan, bibir pucat memutih, gemeretak gigi Waluyo menahan aroma dingin yang menguasai. Diseberang jalan tiada lagi orang-orang berlalu lalang, semakin lama hanya satu dua deru mobil yang lewat. Sore ini ia sendirian teduh orang dari sinar surya dan rintikan hujan. Atapnya sudah bolong dimana-mana, temboknya semakin usang dimakan jaman atau penuh coretan –coretan tangan jahil menghiasi setiap sudut. Jika hujan deras seperti ini orang yang berteduh akan basah dan jika panas kulit ini masih tersentuh panas dari lubang-lubang atapnya. Sampah menyebar memenuhi halte karena tempat sampah yang ada telah hilang atau bagiannya tak utuh lagi. Ini semua terjadi karena rendahnya masyarakat akan kesadaran memelihara fasilitas umum dan ataukah mereka butuh biaya makan, tempat tinggal, pakaian, dan kebutuan lainnya untuk hidup. Pemerintah seharusnya memiliki tanggung jawab besar serta peranan penting dalam memberdayakan warga miskin tersebut. Siapa lagi yang peduli kalau bukan kita. Banyak sekali problem kemiskinan sekarang ini bahkan selalu bertambah. Para pejabat pemerintah semakin kaya sedang rakyat kecil semakin menderita. Hak mereka terenggut oleh oknum pejabat seperti koruptor dan lain-lain. Setiap Waluyo berada ditempat itu ia selalu ngomel sendiri, mengecam tindakan pemerintah belum terealisasi dengan baik. Sengaja Waluyo pulang agak sorean, ia ingin menenangkan diri, setelah PHK sebulan yang lalu membuatnya putus asa. Sudah berpuluh perusahaan menolak namun sikap mentalnya sangat kuat menerima dan berusaha tanpa keraguann untuk bisa memperoleh new job. Allah pasti memberi jalan bagi orang yang sabar. Sejam berlalu hujan mulai reda hanya gerimis senja ini masih menyentuh tubuhnnya yang kaku dan langit mulai berseri kembali tidak seperti tadi hitam pekat. Jalanan disana sini juga masih terendam air bekas hujan tadi. Ia mulai bangkit berjalan mengikuti hati kemana melangkah. Tapi tiba-tiba ada suara ibu mengaduh keras, sesekali berteriak, atau suara tangis sedih. Terdengar lambat dalam angan

“Tasku dijambret orang!”.

Waluyo mencoba membantunya dengan sedikit tenaga yang tersisa, para penjambret itupun satu paersatu tersungkur dengan kekuatan silat yang ia peroleh di SMA.

“Nak, terimakasih telah menolong bibi, ternyata di dunia ini masih ada yang peduli dengan kesulitan orang lain”. Kata bibi.

”Bibi,ndak papa kan?Permisi….

”Tunggu! anak muda ini terima meski tak seberapa semoga ini dapat bermanfaat…..,permisi ya….

”Terima kasih bi, lebih baik uang ini bibi simpan untuk keperluan lain lagian kita sesame manusia harus saling tolong menolong, waktu sudah semakin gelap, permisi…..

Seminggu kemudian tanpa sengaja,Waluyo berpapasan dengan orang yang pernah ia bantu, namun beliau bersama keluarga dan beberapa cucunya. Dari arah depan, sebuah mobil melaju hampir saja menabrak seorang gadis belia. Untung saja pemuda itu dengan cepat menahannya. Beberapa saat seetelah kejadian itu, beberapa orang di seberang jalan menghampiri sang pemuda yang menolong gadis tersebut.mereka adalah keluarga, keluarga dari nenek tua yang pernah ia tolong seminggu yang lalu. Sekarang cucunya yang tercinta juga ditolong Waluyo dari sebuah mobil yang hampir saja merenggut nyawanya. Tapi tak lantas membuat sang pemuda itu sombong justru ia berpikir hanya kebetulan semata ataukah Allah sengaja mempertemukaannya. Bibi menawarkan sesuatu yang begitu penting, beliau memaksa memberikan sesuatu imbalan kepada Waluyo. Namun semua itu ia tolak dengan kerendahan hatinya. meski demikian bibi itu memaksa namun pada akhirnya Waluyo menerima tawarannya. Bekerja di sebuah kantor terkemuka dengan posisi yang lumayan. Selama beberapa bulan ini luntang luntung tak karuan mencari pekerjaan. Tiba tiba saja Allah membukakan jalan dengan berbagai hal yang baginya tiada terduga.

Setahun telah terlewat, serasa waktu cepat berganti juga banyak hal baru yang ia pelajari, pengalaman hidup ini membuka mata hatinya untuk senantiasa mensyukuri segenap pemberian ilahi dan saling berbagi. Hingga suatu saat tak disangka, salah satu anak dari bibi tersebut di nikahkan dengan waluyo. Betapa bahagia, selebihnya begitu banyak Allah berikan bukan hanya limpahan harta tetapi juga kehidupan yang lebih berarti yaitu seorang jodoh baginya. Suatu ketika musibah itupun muncul kepadanya. Keburukan menghampiri kehidupan yang selama ini ia bina dengan penuh kebahagiaan. Ada pihak tertentu yang merasa iri dan ingin menghancurkan prestasi serta kebahagiannya setelah bibi menunggal dunia. Perusahaan memang diberikan kepada putrinya karena suaminya dapat mengelolah perusahaan tersebut dengan baik. Waluyo sebagai menantu yang baik. tapi nasibnya tidak sebaik yang ia lakukan . Salah satu keluarga papanya dari istri Waluyo mencoba menundukkan kedudukan Waluyo dengan berbagai fitnah, adu domba bahkan tidak segan dengan kekuatan fisik untuk merubuhkan pertahanannya. Hingga nyawa suaminya hampir melayang tapi Allah berkehendak lain. Dia masih memberi harapan karena sesuatu usaha yang baik tentunya hasilnya akan baik pula

”Heh, Farhan aku bersumpah tidak rela jika harta kekayaan keluargaku kau ambil….”

“Maaf, pak sandi(kian sepi pamannya istri waluyo) ini semua hasil kerja kerasku sendiri lagi pula ini memang hak waris istriku…..

”Tidak! kamu hanya memanfaatkan dia hanya untuk mengejar hartanya, iya kan?, tidak kau ingat jika kau tidak menolong Fina (cucu tercinta dari bibi yang pernah ia tolong), kau hanya gelandangan dan sekarang bibi telah meninggal. Segala berubah setelah kepergian. yang juga sekaligus mertua Waluyo. Walau demikian istri Waluyo tetap setia mendukung setiap langkah-langkahnya hingga tahun demi tahun berjalan. Sampai akhirnya Pak Sandi mengalami sakit menahun. Kemudian beliau mengalami lumpuh, tapi hati Waluyo merasa iba melihat pemderitaan keluarga Pak Sandi. Untuk itu segala macam pengorbanan Waluyo bersama istrinya menangguhkan. Sampai pada suatu ketika Pak sandi yang dulu yang pernah membenci dan tidak mau menerima bahwa Waluyo tidak pantas mendapatkan harta kekayaan dari bibi. Pak Sandi tahu bahwa Waluyo bukanlah orang yang mau mengambil keuntungan dari situasi atau gila harta tapi justru, lebih pada memberi kebaikan pada orang lain. Membantu dengan tulus tanpa pamrih. Inilah penantian Waluyo yang berujung kebaikan meski aral dan rintangan yang ia hadapai silih berganti dengan ketulusan memberi, ketulusan menolong. Ilahi robbi pasti membalasnya dengan sebuah balasan yang manis. Dipenghujung hari tuanya Ia hidup senang dengan anak dan cucunya. Ujian berat telah berganti dengan senyum bahagia.

Beberapa catatan dari temanmu:

  1. Pemilihan kata pada awal-awal memberi kesan, ada ‘gaya’ yang sedang ada di benakmu.
  2. Paragraph pertama untuk ukuran cerpen, terlalu panjang.
  3. Dalam cerpen, perubahan nasib secara cepat, perlu di perhatikan sebuah sebab yang melatar belajangi. Buat sebab logis
  4. Alur mudah di tebak. Sejak menolong bibi. Tidak mau menerima jasa balasan.
  5. Unsur menarik dalam cerpen, diantaranya: bersifat menyampaikan hal-hal baru, pengetahuan, mencekam, menarik, dan juga sebagai bacaaan hiburan.

Terima kasih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar