Selasa, 11 Mei 2010

sajak

Pada sebuah jalan

:pramudiyo pratomo

Ku dihantarkan

Di tengah serombongan

Dengan beberapa pasang mata yang ilalang

Di sudut liang sunyi nan legam nan sunyi

Ku bertaruh pada kalong yang bersayap separuh

Pada hati yang terserak pada lembar lembar puisi

Tersadur bersama sekumpulan huruf huruf mati

Tak ada nyala api

Yang terkepus sepenuh pagi

Di sudut fajar yang menghambar

Beberapa potong mimpi yang ku tebar

Pada sebuah jalan

Membentang menggaris perkampungan

Dengan serentetan

Hangar binger teriakan sekawanan perdu

Pada pintalan awan

Mendulang damba

Mengulang kata demi kata

Pada beberapa bentuk frasa

Pada sebuah jalan

Ku temukan jengkal senyap

Di besati undan d tepi pagi

Menangkap remah remah waktu

Pada gerak rerumputan dungu

Menghablur dalam debu

Pada sebuah jalan

Senyap ku ku dengar tangis akar

Dalam tanah

Yang senantiasa lindapkan keluh keasahnya

Pada sebuah jalan

Menghambur di tirai tirai fajar

Pada pepohonan yang tak berderai

Aku tersentak pada rasa terdalam

Sedalam liang sunyi nan legam

Aku berpuisi pada hati yang tak cukup mati

Puncak pagi

Suatu saat nanti

Pucuk ilalang itu akan bangkit

Tanpa setumpuk sepi

Apakah di pucuk siwalan

Kabut pagi menancap salam

Sececer pasir menunggu takdir

Di ranting ranting bakau

Di pucuk pucuk siwalan

Yang menggelepar di gelak angin

Pada ranting ranting bakau

Yang patah di tengah malam

Terkukur lari dalam sepintas sunyi

Ku eja ku baca dalam deburan ombak

Yang menghablur di hati

Tugu rejo,tugu semarang,3,maret,2010

Demi kata

:rindang kamboja

Sejernih alir airmata yang perih dan jernih

Sejernih cahaya matahari dan mataharumu

Telah ia tempuh dari akar dan pepohonan

Anak anak sungai ,awan,hujan dan telaga

Menyeduh didihkan

Melihat bebungaan rumput menguntum

Kesepakatan di sebuah jelang petang

Menyusun undakan batu batu

Memahat ukiran wajah purba

Pada pohon pohon saeh

Pada kekal musim musimku

Sebelumnya tiada warta

Ketukkan pada cuaca

Berbekas hujan

Sudah semenjak ssenja silam

Tapi hingga langit mangelam

Tak seorangpun membacanya

Demi kata paling bermakna

Ku salami palung sungai

Bahkan lubuk ngarai

Bahkan ceruk sangsai

Ku arungi geming karang

Tetapi kata yang tersua

Menolak untuk ku jadikan frasa

Menampik klausa atau ukara yang bernyawa

Apalagi larik kuplet sonata

Apakah ini pertanda

Aku telah selesai

Berhenti dan kecewa

Tak lagi bolrh menyapamu

Dengan bahasa musim bunga

Sungguh tak adalagi kata yang mau ku sua

Vocal dan konsonan menjauh

Bersunyi senyap di rimbun rimba raya

Demi kata paling bermakna

Ku berhenti meretas dari sepi

Yang mengaduk imaji puisi

Sajak sajak alfanajam,Pptq,10 april 2010

Matamu berkabut dalam senja

:rindang

Pada rindang kamboja

Pencalang berlayar memanjat firman

Guguran dedaun mengelindan pada riak air

Menyabung udara terapung

Pada potongan senja

Terang di serap remang

Deru ombak menyusun lirik lagu

Lekuk terumbu ,tarian nyiur,tambak udang

Mengekalkan kebersuaan

Diantara lipatan lipatan hari

Pada riap rimbun sapamu

Di sesapi satuan kata

Berpendaran membentuk prosa

Berderaian dalam lumbung lumbung ingatan

Menderap di pucuk siwalan

Menakar rindu yang berkelenjar

Diatas pohon tanggung

Bait kidung murung menggantung

Memedar pada daun sirih dan setampuk pinang

Matamu berkabut dalam senja

Tugu rejo,tugu semarang ,5 maret 2010

Serat pungkasan

:sang penyair

Serat ini,san

Adalah serat terakhirku untukmu

Yang hanya untuk sekedar mengenang

Bahwa kala itu kian merapati senja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar